oleh

Edisi PHK: Ribut Soal Pesangon, Ini Aturannya Dalam UU Cipta Kerja

-NEWS, OPINI-522 Dilihat

FONNA.ID, Tangerang – Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja antara Pengusaha dengan pekerja/buruh, apa hak-hak yang diperoleh oleh pekerja/buruh ? Penjelasan singkatnya sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak atau tidak berbadan hukum, milik orang perseorangan atau milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara ataupun milik usaha sosial maupun usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan sepihak oleh pengusaha dan dalam Undang Undang Cipta Kerja, Pemutusan hubungan kerja baru dapat dilakukan apabila ada kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dan dalam hal kesepakatan tidak tercapai, maka penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan oleh Pengusaha tanpa melalui kesepakatan apabila pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja atau pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama dan telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut atau pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri atau pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu atau pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atau pekerja/buruh meninggal dunia atau perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur) atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atrau pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya atau pekerja/buruh menikah atau pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya atau pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan atau pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atau pekerja/buruh mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan atau pekerja/buruh berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan atau pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Adapun alasan-alasan Pengusaha baru bisa melakukan Pemutusan hubungan kerja adalah apabila perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan; perusahaan melakukan efisiensi atau perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur) atau perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga atau perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh atau pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri; pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis atau pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atau pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib; pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan; pekerja/buruh memasuki usia pensiun atau pekerja/buruh meninggal dunia.

Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja kepada pekerja/buruh. Adapun perhitungan besarnya uang pesangon adalah sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Dan perhitungan besarnya uang penghargaan masa kerja adalah sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, 8 (delapan) bulan upah.

Pengusaha dapat memberikan uang penggantian hak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja adalah upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.

Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, upah sebulan sama dengan 30 (tiga puluh) kali penghasilan sehari, dan dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum.

Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya. Pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan tetap membayar upah beserta hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut: untuk 1 (satu) orang tanggungan, 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah, untuk 2 (dua) orang tanggungan, 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah, untuk 3 (tiga) orang tanggungan, 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah, untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih, 50% (lima puluh perseratus) dari upah, diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali dan sebaliknya dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Firman Harefa, S.H.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed