oleh

Kasus Sum Kuning Yogyakarta & Vina Cirebon

Jakarta | Mediafonna.id – Sum Kuning, si penjual telur keliling di Kota Baru, Suryobratan, Ngasem, Patuk, Tegal Mulyo dan kampung lainnya, pada Desember 1970, akibat terlambat menumpang bus kota, memilih jalan kaki  untuk pulang. Dalam perjalanan yang sangat sepi melintasi pinggiran Yogjakarta, Sum disekap 4 orang gerombolan pemuda, 3 orang berambut gondrong danyang satunya berambut cepak. Sum dipaksa masuk ke dalam mobil gerombolan itu, dan kemudian dibius.

Ketika sadar, Sum merasakan sakit yang luar biasa di sekitar diselangkangannya, kaki dan kain panjangnya berlumuran darah. Sum dibuang dipinggir jalan Wates-Purworejo tepatnya di daerah Palemgurih, Gamping, Sleman. Sum tidak hanya diperkosa tetapi uang hasil dagangannya sebesar Rp.4.650,- juga disikat oleh pemerkosa tersebut. (21/05/24).

Sum berupaya bangkit dan berpikir akan menuju salah satu rumah terdekat dari seorang pelanggannya di Bumijo bernama Nyonya Sulardi. Setiba di sana Sum menceritakan kejadian yang menimpanya dan segera Nyonya Sulardi membawanya ke ruah sakit terdekat untuk mendapat perawatan.

Sum Dijadikan Tersangka Oleh Kepolisian Yogjakarta

Setelah empat hari berada di rumah sakit, pihak kepolisian Yogjakarta mendatanginya bukan utuk tujuan membantu tetapi sebaliknya Sum dituduh meyebarkan berita bohong dan atas dasar itu dia dijadikan tesangka. Sum diancam akan disetrum oleh kepolisian apabila ia tak mengakui “skenario drama” versi kepolisian.

Kasus Sum mulai dicurigai publik manakala persidangan pertamanya igelar secara tertutup dan melarang wartawan untuk meliput beritanya.

JPU menuntut Sum Kuning 3 bulan penjara, namun Hakim Nyonya Lamijah Molejarto, membebaskan Sum Kuning dari tuduhan karena kesalahan yang dituduhkan kepada Sum Kuning tidak terbukti dan Sum Kuning dibebaskan.

Pengakuan Budidono

Kasus Sum semakin merebak dan menjadi kontroversial karena pengakuan seorang pelaku pemerkosaan  terhadap Sum bernama Budidono yang berprofesi sebagai seorang makelar mobil.

Budidono mengaku bersama 3 orang lainnya telah melakulan pemerkosaan terhadap Sum Kuning. Ketiga orang pelaku pemerkosa lainnya adalah Mur putra dari Brigend Katamso, Angling putra dari Paku Alam VIII (jabtan terakhir Wakil Gubernur Yogjakarta) dan Ismet.

Kapolri Marah Dan Diberhentikan

Kala itu, Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso (1968-1971) yang mendengar kabar tentang pemerkosaan Sum Kuning sangat geram dan marah besar. Awal Januari 1971, Hoegeng membentuk “Tim Pemeriksa Sum Kuning”, dan memerintahkan, bergeraklah, “the sooner the better”, ungkap Hoegeng.

Anehnya, niat baik Kapolri Hoegeng membawa malapetaka bagi dirinya,, ketika kasus ini dilaporkan kepada Presiden Soeharto, Hoegeng malah diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 02 Oktober 1971 sebelum kasus Sum Kuning terungkap. Sejak saat itu kasus Sum Kuning raib ditelan bumi.

Bagaimana dengan kasus vina cirebon??

Sum Kuning dan Vina Cirebon adalah dua insan lemah yang terlahir pada zaman yang berbeda. Kasus Vina Cirebon, modus dan pelakunya hampir sama dengan kasus Sum Kuning. Juga melibatkan anak-anak pejabat negara konon katanya ada anak mantan Bupati, anak Polisi dan anak anggota DPRD serta yang lainnya.

Di warkop pinggiran kali Perancis, tempat saya biasa ngopi pagi hari, seorang tukang ojek online bertanya kepada saya, “Pak Pengacara yang terhormat (begitu sapaan akrab mereka kepada saya) kenapa ya anak-anak pejabat koq bisa-bisanya memerkosa, kayakkasus Vina Cirebon gitu?” Spontan saya jawab, “anak-anak yang dinafkahi orangtuanya dari hasil kejahatan pasti akan menghasilkan anak-ank jahat” jawab saya seenaknya. Barangkali para bapaknya pemerkosa-pemerkosa ini adalah pejabat yang jahat maka wajar dong kalau anaknya menjadi jahat. Si tukang ojek online hanya tersenyum pahit mendengar jawaban saya. Say tahu pasti bahwa jawaban saya tidak memuaskan hati dan pikirannya.

Kasus Vina Cirebon menurut hemat saya adalah kasus gampang yang disulitkan. Maka kalau Kapolri masih ingin hukum berdiri tegak di negeri ini maka mulailah usut perkara ini dengan menonaktifkan dulu semua penyidik terkait dengan kasus Vina. Karena tidak ada alasan penyidik untuk tidak mengetahui kasus yang sesungguhnya.

Kasus Sum Kuning dan Vina Cirebon selamanya akan menjadi “sejarah hitam” dalam sejarah beradanya Kepolisian NKRI. Jangan mempertaruhkan nama baik institusi kepolisian hanya karena kelakuan oknum- oknum tertentu. Institusi kepolisian adalah garda terdepan penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bukan pelindung para penjahat.

Negara ini akan terus-menerus dirundung kabut hitam jika kepolisian tidak segera bertindak. Terakhir, saran saya kepada Bapak Kapolri, jika perlu, PECAT dulu semua penyidik termasuk Kapolsek, Kapolres dan Kapolda yang terlibat kasus Vina Cirebon.

Masyarakat Indonesia butuh kejujuran Bapak Kapolri, maka Bapak Kapolri harus mulai bersih-bersih dari institusi kepolisian dulu.

Upaya apapun yang akan dilakukan Pengacara keluarga Vina, Vina tidak akan bisa kembali bangkit dari tidur panjangnya. Paling tidak, kematian Vina Cirebon sudah ikut mencoreng muka para penegak hukum di negeri ini. (Penulis : Adv. Patar Sihaloho/Red/RH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed