oleh

KUHP Baru Berpotensi Ganjal Vonis Mati Ferdy Sambo

Tangerang Selatan | Mediafonna.id – Adanya undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap dapat menguntungkan para terpidana mati termasuk Ferdy Sambo, salah satu terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh hakim dalam putusan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat. Vonis hukuman tersebut dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa saat membacakan putusan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (04/04/2023).

Menurut pandangan saya Pasal 100 ayat (1) KUHP baru ini pasal yang kurang tegas. Pasal ini merupakan berita gembira bagi yang kontra dengan pidana mati. Seolah – olah hukuman mati sudah bukan hal yang menakutkan lagi. Penegakan Pidana Hukuman mati semestinya diakomodir kedalam suatu perundang-undangan yang jelas jika kejahatan yang dilakukan memang benar – benar kejahatan yang melanggar HAM berat hal tersebut berbasis pada pandangan para ahli pidana, terlebih konfigurasi atau kontruksi hukum di indonesia yang tercermin pada UUD 1945 dan turunannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Meski banyak yang merasa hukuman yang diterima Ferdy Sambo telah memenuhi rasa keadilan, yang sebenarnya masih ada celah hukuman mati tersebut tidak akan terealisasi. Lantas apakah wajar jika Ferdy Sambo yang kini mengajukan banding atas vonis mati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan para terpidana mati lainnya mendapatkan keringanan hukuman, setelah KUHP Baru berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang?

Para terpidana mati pastinya menginginkan adanya kesempatan kedua untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Dengan adanya KUHP baru maka ada keuntungan bagi para terpidana mati untuk berkesempatan mengubah dirinya menjadi baik. Hukuman mati diatur dalam Pasal 100 ayat (1) KUHP baru, disebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal. Pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana. Kemudian Pasal 100 Ayat (4) menyatakan jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Konstruksi Pasal 100 KUHP baru yang menjelaskan keringanan pidana mati menjadi hukuman seumur hidup merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2007.Hakim MK dalam mengambil putusannya juga terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat hakim melihat pidana mati. kemudian dalam penyusunan Pasal 100 KUHP baru juga terdapat perdebatan mengenai mempertahankan atau mengahapus pidana mati. Para pemikir paham retensionis, berpendapat pidana mati tetap dipertahankan, Sedangkan para ahli hukum pidana dengan latar  belakang kriminologi ingin menghapuskan pidana mati.

Atas perdebatan tersebut diambil jalan tengah bahwa pidana mati bukan lagi pidana pokok, melainkan pidana khusus. Pidana mati dalam RUU KUHP diatur sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Namun, pengaturan atau penyebutan pidana mati sebagai pidana yang bersifat khusus juga kurang argumentatif karena tidak jauh berbeda dengan pengaturan pidana mati yang sudah ada selama ini. Apa khususnya, pertama dijatuhkan secara selektif dan kedua dijatuhkan dengan percobaan selama 10 tahun. Apabila berkelakuan baik maka akan diubah menjadi seumur hidup atau penjara sementara waktu 20 tahun, peluang mendapat keringanan bagi para terpidana mati, termasuk Ferdy Sambo tidak serta-merta langsung didapatkan.

Dalam KUHP baru Pasal 100 ayat (2) dijelaskan terpidana mati akan menjalani percobaan hukuman selama 10 tahun. Jika dalam waktu tersebut para terpidana mati berkelakuan baik, akan dipertimbangkan untuk mendapat hukuman seumur hidup. Untuk mendapatkan pertimbangan perubahan pidana mati menjadi hukuman seumur hidup ini melibatkan banyak pihak Mulai dari Lembaga Pemasyarakatan, Hakim Pengawas, Pengamat, Mahkamah Agung hingga Presiden. “Prosesnya panjang dan betul-betul selektif”. Jadi pidana mati diubah menjadi seumur hidup atau penjara sementara 20 tahun adalah berdasarkan keputusan Presiden atas pertimbangan MA, bukan pertimbangan Kepala Lapas semata. (Penulis : Andi Poltak Sigiro/Red)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed