oleh

Jerat Pidana Video Porno Viral, Salah Pembuat Atau Penyebar? Begini Opini Zahrotul Aulia

-HUKUM, NEWS-349 Dilihat

Mediafonna.id | Tangerang Selatan – Internet (kependekan dari interconnection-networking) adalah suatu jaringan komunikasi global yang menghubungkan miliaran jaringan komputer secara terbuka dengan menggunakan sistem standar global transmission control protocol/ internet protocol suite (TCP/IP) untuk berbagi informasi dalam bentuk teks, gambar, suara. Dalam penggunaan internet seperti media social di era globalisasi sekarang ini banyak digunakan oleh anak-anak, remaja, sampai kepada orang tua. Di dalam media social tersebut terdapat beberapa aplikasi yang sering dipakai oleh kita semua yaitu misalnya seperti whatsapp, facebook, Instagram, twitter, bahkan ada beberapa aplikasi belanja online yang juga sering kita pakai.

Tapi tahukah kalian bahwa di media social banyak sekali disalahgunakan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Contohnya seperti penyebaran video-video konten dewasa yang dimana apabila video tersebut disebarkan di media social dapat dilihat oleh anak-anak yang dibawah umur atau dapat dilihat oleh anak-anak yang menggunakan media social tidak ada pendampingan oleh orang tua.

Termasuk pada browser internet yang sekarang pasti sering digunakan mahasiswa maupun anak SD, SMP, dan SMA sederajat, seperti google yang digunakan untuk mencari materi pelajaran, jurnal-jurnal maupun situs lainnya untuk membantu mereka dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Terkadang ada situs yang menampilkan iklan-iklan ataupun artikel yang bermuatan pornografi. Apalagi dimasa Milenial zaman sekarang ini anak- anak belajar online dan pastinya orang tua mereka memberikan handphone atau gadget lainnya untuk sarana belajar anak-anak tersebut apalagi ketika orang tua mereka sibuk  bekerja jadinya anak-anak tersebut menggunakan handphone tanpa pengawasan orang tua mereka.

Terkait kasus penyebaran video syur yang diduga dalam video tersebut adalah artis Rebbeca Klopper, tak hanya dia artis Fadly Faisal sebagai sang kekasih ikut terseret dalam kasus tersebut karena ada yang menyebar video dan menuduh bahwa merekalah yang ada dalam video tersebut. Sangat miris untuk mengakui bahwa hal ini sangat sering terjadi. Seperti sudah hal biasa video konten tersebut tersebar di internet yang bisa dijangkau seluruh dunia oleh siapapun. Tak mengerti kenapa masih sering terjadi kasus seperti ini, tak tahu siapa yang patut disalahkan.

Pemerintah sudah menetapkan Undang-Undang Pornografi ataupun Undang-Undang ITE, tetapi masih saja sering terjadi. Seperti yang kita ketahui bersama pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2019, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sangat rajin melakukan aksi blokir dan aksi bersih-bersih terhadap halhal yang berbau pornografi. Untuk itu Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan update tentang konten-konten Pornografi di mesin pencari yang tidak bisa lagi diakses. Pencarian apapun mengenai konten Pornografi di mesin pencari Google sudah nyaris tak bisa lagi dilakukan. Sayangnya, sebagaimana kita ketahui meskipun telah diblokir oleh Pemerintah, juga oleh pemilik platform dengan segala fiturnya untuk membatasi pornografi, pornografi tak kunjung menjauh dan menghilang dari dunia internet, khususnya media sosial.

Dalam penggunaan media social apabila digunakan dengan baik media social tersebut bisa digunakan jadi media penyimpan informasi melalui situs jaringan social. Situs jaringan social membuat anak-anak, para remaja dan para pengguna internet lainnya dapat saling bertukar informasi keseluruh dunia dan tentunya bagi anak-anak harus ada pengawasan lebih oleh orang tua. Media social juga dapat menjalin tali silatuhrahmi kepada saudara yang tinggalnya jauh dari kita misalnya seperti video call. Dalam penggunaan media social kita juga bisa berbelanja online dan juga bisa berdagang di media social. Di media social kita juga bisa memanfaatkan untuk berdakwah atau menyampaikan ajaran-ajaran islam. Sebagai pengguna media social kita bisa bersosialisasi dengan public dengan cara mengelola jaringan pertemanan dan beradaptasi dengan siapapun bahkan dengan orang di seluruh dunia.

Berawal dari media social banyak sekali tindak kejahatan penipuan, pemerkosaan, penculikan dll. Di media social juga banyak tersebar video-video konten dewasa karena bukan hanya para pengguna internet dewasa di media social juga ada banyak sekali pengguna internetnya adalah anak-anak. Apabila video dewasa tersebut dapat dilihat oleh anak-anak dan dilihatnya berulang-ulang maka itu dapat merusak kejiwaan dari anak tersebut karena pastinya anak ada rasa timbul ingin melakukan atau meniru apa isi video tersebut.

Secara teoritis-normatif, foto atau rekaman video hubungan seksual disebut Pornografi apabila foto atau rekaman tersebut melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Pada pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pornografi mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak

Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Ancaman terhadap pasal ini diatur dalam Pasal 29 UU Pornografi yaitu:

“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.”

Bagi penyebar konten pornografi/dewasa diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE  dengan ancaman pidana terhadap penyebar video pornografi/konten dewasa diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu:

“Setiap Orang yang sengaja dan tanpa hak batas dan / atau mentransmisikan dan / atau dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan / atau denda paling banyak Rp 1 miliar.”

Sebaiknya masyarakat tidak ikut serta mengambil tindakan menambah menyebarluaskan konten negatif yang bermuatan unsur pornografi atau asusila lebih banyak di form media social, karena ada setidaknya dua dampak jika konten dewasa ini disebarkan ke media social. Pertama, pengunggah telah melanggar hukum yang berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU ITE. Kedua, warganet harus turut menciptakan ruang sehat dan bersih pada platform media termasuk tidak menyebarkan konten yang bermuatan pornografi dan juga bagi orang tua yang memiliki anak dibawah umur juga harus lebih di control jika anaknya sedang bermain media social di gadget pribadinya. Dikarenakan jika konten pornografi atau asusila ini disebarluaskan maka bisa menyebabkan dampak negatif bagi psikologi dan kesehatan seseorang serta dapat juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana asusila. (Penulis/Zahrotul Aulia/Editor/Red)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed