oleh

Modus Operandi Penawaran Kerja : Dua Gadis Menjadi Korban PSK

-OPINI-141 Dilihat

Mediafonna.id | Tangerang Selatan – Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan tindak pidana yang akan terus berkembang jika tidak ditangani dengan cepat dan tegas, bisa berawal dari suatu daerah dengan keadaan menengah kebawah dan kurangnya pemahaman akan mengundang pelaku untuk mencari korban di Daerah tersebut, sebab hal tersebut merupakan faktor utama untuk menjerat para korbannya.

Penulis berusaha menelisik secara umum apa yang menjadi faktor penyebab utama maraknya perdangan orang (human trafikking) ini, dalam kasus-kasus yang pernah terungkap, ada tiga hal yang dapat diketahui adalah Pertama; kemiskinan (Poverty), kedua; banyaknya penduduk dan ketiga; Budaya patriaki.

Seperti pada kasus beberapa hari yang lalu, bahwa ada sebuah pemberitaan mengenai dua gadis asal kediri yang menjadi korban perdagangan manusia dengan iming-iming di tawarkan pekerjaan yang layak. Ini tentu merupakan sebuah fenomena dari betapa kurangnya pengalaman, literasi dan wawasan masyarakat dalam memilih atau mencari pekerjaan yang layak untuk mereka dapatkan.

Sebelum dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK), TA (14 tahun) dan LL (16 tahun) gadis asal Kabupaten Kediri, sempat dijanjikan pekerjaan yang layak oleh Muhammad Fikri Haikal Setyawan (21 tahun) warga Desa Kebontemu, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Hal ini terungkap usai penyidik unit PPA Satreskrim Polres Jombang, melakukan pemeriksaan secara intensif pada tersangka Muhammad Fikri Haikal Setyawan. “Dua korban ini ditipu juga ya oleh tersangka. Jadi tersangka ini memposting mencari pegawai, dengan honor (gaji) sekian, ternyata setelah datang ketemu tersangka dan dijadikan PSK,” kata Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Aldo Febrianto, Rabu 14 Juni 2023.

Selama berada di Jombang, sambung Aldo, kedua korban beberapa kali berusaha kabur. Akan tetapi tersangka terus menghalangi upaya tersebut. Dari pemeriksaan polisi terhadap tersangka, dan temuan sejumlah barang bukti diketahui bahwa dua gadis asal Kediri ini, sudah melayani belasan lelaki hidung belang.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 88 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No.1 tahun 2016 jo pasal 761 UU RI No.35 Tanun 2014 perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah dan atau Tentang Prostitusi Online, sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1) junto pasal 27 ayat 1 UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Dari kasus diatas penulis menilai bahwa itu merupakan sebuah ironi di Negeri ini dari betapa maraknya kasus perdagangan manusia. Melihat dari beberapa fakta hukum diatas yang telah di uraiakan oleh pihak kepolisian, Penulis menganalisis dengan membandingkan beberapa tinjauan yuridis dan fakta hukum lainnya. Perlindungan hukum yang diberikan oleh negara terhadap perempuan dan anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan baik yang sifatnya umum maupun khusus, seperti: KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh KUHP baru secara abstrak dan belum diberikan secara langsung atau konkret. Kemudian Penulis mencoba menelisik lebih dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terdapat perlindungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlindungan secara langsung diberikan hingga ke pemberian kompensasi, perawatan medis maupun rumah aman kepada korban tindak pidana. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga telah diterapkan sesuai ketentuan namun perlindungan hukum terhadap korban yang ditimbulkan dari penerapan undang – undang tersebut yang statusnya sebagai pekerja seks komersil kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Menurut hemat penulis perlu adanya upaya preventif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, agar kasus-kasus semacam ini tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Aturan hukum sudah jelas ada dan dijalankan sebagaimana mestinya, upaya lain yang dapat dimungkinkah menurut Hemat Penulis ialah upaya mitigasi dengan memberikan edukasi dan panduan serta sosialisasi dalam rangka memberikan ruang yang aman untuk para pencari kerja, sehingga nantinya para pekerja tidak terjebak dalam delusi bujuk rayuan penawaran kerja seperti kasus diatas.

Sehingga implementasi perlindungan hukum terhadap pelaku pekerja seks komersil sebagai korban tindak pidana perdagangan orang  dapat dengan tepat berjalan, tanpa harus para korban terjeremus lebih jauh dalam lembah yang kelam tersebut. Secara pribadi Penulis merasa miris ketika ada perempuan yang menjajakan diri kepada lelaki hidung belang terlebih lagi jika hal itu terjadi akibat adanya perdangan manusia. Sungguh menyayat hati bagi kita yang menyaksikan peristiwa tersebut. Aib sudah tentu ada namun sanksi sosial akan di dapati selama seumur hidupnya karena terbayang-bayang oleh kejadian yang kelam tersebut.

Peran serta keluarga sangat penting dalam hal ini, karena di usia yang terbilang masih remaja menuju dewasa sungguh rentan terhadap tindak kejahatan kriminal apapun jenisnya, kurangnya pengalaman membuat mudahnya pelaku memperdaya. Jangan mudah tergiur oleh iming-iming, dan janji manis yang ditawarkan oleh para pelaku penawaran kerja. Jagalah diri anda, karena kejahatan tidak mengenal yang namanya rasa kemanusiaan.

Sumber Berita : VIVA.co.id (Penulis : Elias Panuturi Saragih/Red)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Referensi

Buku-Buku

Allison Morris dan Warren Young, 2000, Reforming Criminal Justice : The Potential of Restorative Justice, dalam Restorative Justice Philosophy to Practice, edited by Heather Strang and John Braithwaite, The Australian National University, Asghate Publising Ltd.

Adnan Buyung Nasution, 2002, Bantuan Hukum Di Indonesia, Penerbit LP3ES, Cetakan Kedua, Jakarta.

 

Jurnal

Tansah Rahmatullah. (2018). Hoax Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Jurnal Hukum Media Justitia Nusantara, Vol. 08, No. 02.

 

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

UU No.1 tahun 2016 jo pasal 761 UU RI No.35 Tanun 2014 perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sumber Lainnya

https://www.viva.co.id/berita/kriminal/1609171-dijanjikan-pekerjaan-layak-dua-gadis-belia-asal-kediri-justru-dijadikan-psk?page=all ,diakses tanggal 14 juni 2023

http://repository.unbari.ac.id/533/1/Katino%20B.16031007%20Mh.pdf , diakses tanggal 14 juni 2023

https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/11976/2/158400160%20-%20Andreaas%20Teguhta%20Kaban%20-%20Fulltext.pdf , diakses tanggal 14 juni 2023

 

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed