oleh

Netralisasi Pelaku Pasif Dalam Kasus Tppu Kepala Bea Cukai Makasar

-OPINI-156 Dilihat

Mediafonna.id | Tangerang Selatan -Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan kejahatan yang serius. Kejahatan ini terjadi dalam beberapa yurisdiksi yang membuatnya termasuk dalam kejahatan transnasional. Dampak yang disebabkan dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. TPPU banyak terjadi karena terdapat kejahatan awal, seperti kejahatan Tindak Pidana Narkotika, Perdagangan Orang, Terorisme, Cukai, Penipuan, Korupsi, dll. (Minggu, 18/06/23)

Kejahatan yang sering terjadi dalam TPPU yang merupakan tindak asal dari Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan perbuatan menguntungkan diri sendiri dengan menyimpan, memberi, menguasai, memberikan janji. Korupsi yang kerap dilakukan para penyelenggara negara beragam cara dan metode seperti dalam kasus berikut ini.

Baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan TPPU.  Kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat Andhi. “Dari fakta-fakta perkembangan penyidikan perkara gratifikasi tersebut ditemukan indikasi unsur kesengajaan menyembunyikan dan menyamarkan asal-usul aset harta benda yang diduga dari korupsi,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Kantornya, Jakarta, Senin (12/6).

“Sehingga berdasarkan kecukupan alat bukti, saat ini tim penyidik KPK telah kembali menetapkan pejabat dimaksud sebagai tersangka TPPU,” imbuhnya. Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyatakan tim penyidik masih terus melacak aset Andhi yang diduga bersumber dari tindak pidana korupsi. KPK, lanjut Ali, membuka pintu terhadap informasi mengenai aset Andhi dimaksud.

“Kami mengajak masyarakat turut berperan dalam upaya menuntaskan perkara dugaan korupsi dan TPPU ini dan mengingatkan siapa pun pihak yang terkait perkara tersebut agar kooperatif selama proses penyidikan yang sedang KPK lakukan,” terang Ali.

Proses hukum terhadap Andhi ini berawal dari klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang kemudian ditingkatkan ke penyelidikan dan penyidikan. Andhi belum ditahan tetapi telah dicegah KPK bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung mulai 15 Mei 2023 hingga 15 November 2023.

Dari kasus diatas Penulis bisa menarik sebuah simpulan sederhana dengan persepsi mengenai tingkah laku para pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya guna mencari serta meraup keuntungan untuk diri sendiri.

Kemudian lebih lanjut Penulis mencoba membuat sebuah hipotesa sederhana bahwa dalam melakukan tindak pidana pencucian uang, pelaku utama atau pelaku aktif umumnya melibatkan pihak lain untuk melancarkan aksinya. Dikarenakan tujuan utama dari tindakan tersebut adalah menyembunyikan hasil dari tindak pidana, maka pelaku utama akan melakukan beberapa upaya yang ditujukan untuk menyamarkan harta kekayaan atau mengubah bentuk dana melalui beberapa transaksi demi mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul dana tersebut. Pihak-pihak yang menerima harta tersebut dapat digolongkan sebagai pelaku pasif. Sebagaimana dimuat dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 5 ayat 1, dengan bunyi pasal sebagai berikut:

“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Selanjutnya secara teknis penulis melihat persepektif lain jika tersangka korupsi berdalih bahwa tidak terlibat langsung dalam tindak pidana asal, atau tidak mengetahui bahwa harta tersebut hasil dari tindak pidana seringkali menjadi justifikasi pelaku pasif untuk membenarkan tindakannya dalam menerima atau menikmati hasil tindak pidana dan menghindari sanksi hukum bagi dirinya sendiri.

Maka sejatinya pelaku pasif dalam TPPU  tetap perlu ditindak tegas secara hukum. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, akan menjadi celah bagi pelaku utama untuk mengalirkan dana hasil tindak pidana secara terus-menerus kepada pelaku pasif, maupun menjadi pemicu bagi banyak pihak untuk turut serta menikmati hasil dari tindak kejahatan.

Penulis Menilai bahwa yang perlu dibuktikan dari pelaku pasif terkait unsur patut menduga dan mengetahui serupa dalam pembuktian pasal 480 KUHP yang menjelaskan adanya unsur proparte dolus dan proparte culpoos (setengah sengaja setengah lalai). Dengan demikian, saksi hukum tersebut perlu diberikan terutama untuk mencegah banyaknya pihak yang secara sengaja maupun sembarang menerima hasil kejahatan.

Pada akhirnya Penulis menyimpulkan Bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai Independent Crime dimana didalamnya terdapat unsur netralisasi pasif dari pelakunya dapat terepresentasi jika dilakukan interpretasi sistematis antara Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, serta Pasal 69 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencucian Uang. Yang mana, dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dalam undang-undang tersebut terdapat satu unsur delik yang tidak dapat dipisahkan dengan delik pencucian uang, yakni “diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)”.

Adapun Pasal 69 memproyeksikan bagian parsial dari model pembuktian delik pencucian uang. Mengenai pembuktian tindak pidana Pencucian Uang dapat dilakukan dengan : (a) memisahkan berkas perkara dengan tindak pidana asal; (b) menggabungkan berkas perkara dengan tindak pidana asal; atau (c) membuktikan perkara tindak pidana pencucian uang, tanpa harus terlebih dahulu dibuktikan perihal tindak pidana asalnya. Adapun pada poin (c) tersebut, merepresentasikan kedudukan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai sebuah independent crime.

Penulis menyarankan bahwa Perumusan aturan tentang proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang yang dasar objeknya adalah informasi. Oleh karena tindak pidana yang berkembang tidak cukup hanya diusut lewat arus uang. Dapat diciptakan formula follow the securities atau semacamnya. Pada intinya, tidak hanya ada transaksi keuangan mencurigakan yang diselidiki.

Terapkan suatu penegakan hukum secara konkrit tanpa pandang bulu, mengingat kejahatan TPPU merupakan kejahatan pidana yang sangat merugikan negara.

Sumber Referensi Buku-Buku

PPATK, 2021, Kajian Hukum Pembuktian Unsur Menyembunyikan Dan Menyamarkan Dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK, Jakarta hlm. 54

Berita CNN Indonesia

Jurnal

  1. Afdal Yanuar. (2019). Diskursus Antara Kedudukan Delik Pencucian Uang sebagai Independent Crime dengan sebagai Follow Up Crime Pasca Putusan MK Nomor 90/PUUXIII/2015, Jurnal Konstitusis, Volume 16 Nomer 4.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Referensi Lain

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230612155302-12-960799/kpk-tetapkan-eks-kepala-kantor-bea-cukai-makassar-tersangka-tppu, diakses tanggal 12 juni 2023

https://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/960/netralisasi-pelaku-pasif-dalam-tppu-.html, diakses tanggal 12 juni 2023

https://jdih.ppatk.go.id/produk-hukum/detail/195/kajian-hukum-pembuktian-unsur-menyembunyikan-dan-menyamarkan-dalam-perkara-tindak-pidana-pencucian-uang#!, diakses tanggal 12 juni 2023

(Penulis : Frans Maulana Al-Fath/Red)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed